Terpidana Kurang Dua Tahun Diizinkan Ajukan Grasi di UU Grasi

[original_title]

Trinityordnance.com – Undang-Undang (UU) tentang Grasi menjadi sorotan setelah diajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh advokat Windu Wijaya. Gugatan ini muncul akibat adanya ketentuan yang dianggap menghalangi hak terpidana dengan hukuman di bawah dua tahun untuk mengajukan grasi kepada Presiden.

Melalui permohonannya, Windu mengkritik Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2010 yang membatasi pengajuan grasi hanya untuk terpidana yang dijatuhi hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara minimal dua tahun. Windu berpendapat bahwa aturan ini bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum, mengingat semua terpidana seharusnya memiliki hak yang sama untuk mengajukan grasi.

Dalam sidang yang berlangsung pada 17 Desember, Windu menyatakan bahwa ketentuan tersebut merugikan baik dirinya sebagai advokat maupun terpidana yang dihukum kurang dari dua tahun. “Setiap kali ada klien yang ingin mengajukan grasi, rintangan normatif dari undang-undang ini membuat saya tidak dapat mendampingi mereka,” ujarnya. Dia menekankan kewajiban etis dan profesionalnya untuk memperjuangkan hak-hak hukum seluruh warga negara, termasuk hak terpidana.

Windu juga merujuk pada Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk memberikan grasi tanpa adanya pembatasan tambahan berdasarkan jenis atau lama pidana. Dia menganggap bahwa penutupan akses grasi bagi terpidana di bawah dua tahun merupakan pelanggaran prinsip equality.

Dalam petitumnya kepada MK, Windu meminta agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan langkah ini, diharapkan adanya reformasi yang memberikan keadilan lebih besar bagi semua terpidana di Indonesia.

Baca Juga  Penggeledahan Kantor Lokataru dan Demontrasi Anarkis Terjadi Kemarin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *