29 Juni 2025 – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa penerapan pajak pedagang e-commerce bukanlah kebijakan baru. Aturan ini merupakan bagian dari upaya untuk menyederhanakan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan pajak, khususnya di sektor perdagangan digital. Namun, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta dipastikan tidak akan dikenakan pajak ini. Langkah ini bertujuan untuk menjaga kesetaraan antara pedagang daring dan konvensional, sekaligus mendukung penerimaan negara.
Mengapa Pajak E-Commerce Bukan Hal Baru?

Kemenkeu menjelaskan bahwa pajak pedagang e-commerce, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, telah diterapkan sebelumnya. Bedanya, kini mekanisme pemungutannya dialihkan dari pedagang secara mandiri menjadi tanggung jawab platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, atau TikTok Shop.
Pergeseran Mekanisme Pemungutan
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Rosmauli Simbolon, menjelaskan bahwa kebijakan ini hanya mengubah cara pembayaran pajak. Sebelumnya, pedagang daring wajib menyetor PPh secara mandiri. Kini, platform e-commerce ditunjuk sebagai pemungut pajak, membuat proses lebih sederhana dan terintegrasi. “Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar perpajakan, melainkan mempermudah pedagang memenuhi kewajiban mereka,” ujar Rosmauli.
Langkah ini juga sejalan dengan praktik yang sudah dilakukan platform digital lain seperti Google dan Netflix, yang telah menjadi pemungut pajak untuk berbagai jenis pajak. Dengan melibatkan platform, pemerintah berharap proses pemungutan menjadi lebih efisien dan akurat.
Tujuan Meningkatkan Kepatuhan Pajak
Menurut Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi administrasi perpajakan. “Kami ingin memastikan kepatuhan pajak meningkat, terutama di sektor digital yang berkembang pesat,” kata Febrio. Ia menambahkan bahwa pajak pedagang e-commerce bukanlah pungutan baru, melainkan penyempurnaan sistem yang sudah ada untuk mendukung target penerimaan negara setiap tahun.
Siapa yang Terdampak Pajak Ini?
Tidak semua pedagang daring akan terkena pajak ini. Pemerintah menetapkan batasan yang jelas untuk melindungi pelaku usaha kecil, khususnya UMKM, agar tetap bisa berkembang tanpa beban pajak berlebih.
UMKM Omzet di Bawah Rp500 Juta Bebas Pajak
Febrio menegaskan bahwa pedagang dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta tidak akan dikenakan PPh Pasal 22. Ketentuan ini sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang memberikan fasilitas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi UMKM. “Ini seperti memberikan ruang napas bagi usaha kecil agar fokus mengembangkan bisnis mereka,” ujarnya.
Sebagai contoh, seorang pedagang online yang menjual pakaian di marketplace dengan omzet Rp400 juta per tahun tidak perlu khawatir tentang pajak ini. Namun, pedagang dengan omzet Rp1 miliar per tahun akan dikenakan PPh sebesar 0,5% dari pendapatan mereka.
Pedagang dengan Omzet Rp500 Juta hingga Rp4,8 Miliar
Bagi pedagang dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, pajak pedagang e-commerce akan diterapkan dengan tarif 0,5%. Tarif ini dianggap moderat dan sesuai dengan regulasi PPh final untuk UMKM. Rosmauli menjelaskan bahwa tarif ini tidak akan signifikan memengaruhi harga jual produk, sehingga dampaknya terhadap konsumen diperkirakan minimal.
Dampak Pajak bagi Pedagang dan Konsumen
Meski pemerintah menilai kebijakan ini tidak akan mengganggu ekosistem e-commerce, beberapa pedagang mengkhawatirkan tambahan biaya operasional. Namun, pemerintah optimistis bahwa sistem baru ini justru akan membantu pedagang.
Kemudahan Administrasi untuk Pedagang
Dengan platform e-commerce sebagai pemungut pajak, pedagang tidak perlu lagi repot menghitung dan menyetor pajak secara mandiri. Proses ini akan otomatis dilakukan oleh platform, mengurangi beban administrasi. “Pedagang bisa fokus pada penjualan dan pengembangan usaha, tanpa harus pusing dengan urusan pajak,” kata Rosmauli.
Seorang pedagang daring di Jakarta, Ani, mengaku lega mengetahui bahwa usahanya yang masih kecil tidak terkena pajak ini. “Saya khawatir awalnya, tapi setelah tahu omzet di bawah Rp500 juta bebas pajak, saya jadi tenang,” ujarnya.
Potensi Kenaikan Harga Produk
Meski tarif pajak hanya 0,5%, beberapa pedagang khawatir mereka harus menaikkan harga produk untuk menutup biaya tambahan. Namun, Febrio yakin kenaikan harga tidak akan signifikan. “Pajak ini sangat kecil, dan kami yakin pedagang bisa menyesuaikan tanpa mengganggu daya saing mereka,” katanya.
Upaya Pemerintah Menutup Shadow Economy
Selain menyederhanakan administrasi, kebijakan ini juga bertujuan menutup celah “shadow economy” di sektor e-commerce. Banyak transaksi daring yang selama ini luput dari pengawasan pajak, sehingga potensi penerimaan negara belum maksimal.
Kesetaraan dengan Perdagangan Konvensional
Pemerintah ingin menciptakan level playing field antara pedagang daring dan offline. “Pedagang konvensional sudah lama membayar pajak, jadi wajar jika pedagang daring juga berkontribusi,” ujar Febrio. Dengan melibatkan platform e-commerce, pemerintah bisa lebih mudah memantau transaksi dan memastikan kepatuhan pajak.
Dukungan dari Pelaku Industri
Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmita, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan ini. Menurutnya, pajak pedagang e-commerce adalah penyesuaian terhadap perkembangan bisnis digital. “Kami mendukung langkah ini karena mencerminkan keadilan dalam perpajakan,” katanya.
Komunikasi dan Finalisasi Aturan
Aturan ini masih dalam tahap finalisasi, dan pemerintah berjanji akan menyampaikan ketentuan resmi secara transparan. Rosmauli menyatakan bahwa pembentukan kebijakan ini melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku usaha e-commerce dan kementerian yang relevan.
Sosialisasi kepada Pedagang
Untuk menghindari kebingungan, Kemenkeu akan intensif melakukan sosialisasi. “Kami akan komunikasikan dengan baik, terutama kepada pedagang kecil, agar mereka paham bahwa kebijakan ini tidak memberatkan,” ujar Febrio. Pemerintah juga akan bekerja sama dengan platform e-commerce untuk memastikan pedagang mendapatkan informasi yang jelas.
Jadwal Penerapan
Meski belum ada tanggal pasti, aturan ini diperkirakan mulai berlaku pada Juli 2025. Pemerintah optimistis kebijakan ini akan berjalan lancar dan mendukung tata kelola pajak yang lebih baik di era ekonomi digital.
Kesimpulan: Pajak yang Adil dan Sederhana
Kebijakan pajak pedagang e-commerce menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efisien. Dengan membebaskan UMKM beromzet di bawah Rp500 juta dari pajak, pemerintah memberikan ruang bagi usaha kecil untuk tumbuh. Sementara itu, pedagang dengan omzet lebih besar diminta berkontribusi melalui sistem yang lebih sederhana.
Langkah ini tidak hanya memperkuat penerimaan negara, tetapi juga memastikan kesetaraan antara perdagangan daring dan konvensional. Dengan sosialisasi yang baik dan dukungan platform e-commerce, diharapkan pedagang dapat menyesuaikan diri tanpa kendala berarti. Bagi pelaku UMKM, kebijakan ini menjadi sinyal bahwa pemerintah tetap berpihak pada usaha kecil, sambil mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan.