Jakarta – Pedagang warteg di Jakarta mengungkapkan keresahan mereka terhadap dampak aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diterapkan oleh pemerintah. Aturan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dengan membatasi area merokok, tetapi pedagang merasa bahwa kebijakan tersebut justru memberikan beban tambahan bagi mereka.
KTR yang mulai berlaku sejak bulan lalu mengharuskan tempat makan dan area publik lainnya untuk melarang perokok. Pedagang warteg melaporkan bahwa pengunjung yang biasanya datang untuk menikmati makanan kini berkurang, karena beberapa dari mereka merupakan perokok aktif. Dengan berkurangnya jumlah pelanggan, banyak warteg yang mulai mengalami penurunan pendapatan secara signifikan.
Salah satu pedagang warteg di daerah Jakarta Selatan, Siti (35), mengatakan bahwa dengan adanya aturan ini, mereka terpaksa mencari cara baru untuk menarik pelanggan. Ia mengaku tidak menyangka dampak dari kebijakan ini akan begitu besar. “Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan ini, atau memberikan solusi alternatif agar kami tetap bisa berjualan dengan baik,” ujarnya.
Kondisi ini juga membuat pedagang lain di wilayah tersebut bersatu untuk mengajukan permohonan agar pemerintah dapat melakukan evaluasi terhadap penerapan KTR. Mereka berharap agar pemerintah dapat mendengarkan keluhan mereka dan menciptakan kebijakan yang lebih inklusif, yang memperhatikan keberlangsungan usaha kecil seperti warteg.
Melalui forum komunikasi yang dibentuk, para pedagang berencana untuk menyampaikan langsung kepada pemerintah mengenai dampak buruk yang mereka alami. Mereka percaya bahwa dengan dialog terbuka, solusi yang lebih baik dapat ditemukan untuk mendukung kesehatan masyarakat tanpa merugikan penghidupan pedagang kecil.